Judi atau gambling memiliki banyak dampak negatif, baik secara psikologis, fisik, maupun sosial. Oleh karena itu, penting untuk diketahui efek kecanduan judi pada seseorang.
Para ahli saraf telah menemukan bahwa perjudian mengubah banyak sirkuit otak. Hal ini mirip seperti yang dialami para pecandu narkoba.
Timothy W. Fong, profesor klinis Psikiatri di Institut Jane dan Terry Semel untuk Ilmu Saraf dan Perilaku Manusia di UCLA, memaparkan bagaimana perjudian dapat memengaruhi pikiran, tubuh, dan otak.
“Ada berbagai konsekuensi yang timbul dari gangguan perjudian (sebelumnya disebut kecanduan judi atau masalah perjudian). Seperti halnya kecanduan apa pun, kerusakannya bisa berdampak pada tubuh, otak, atau pikiran seseorang,” kata Dr. Fong seperti dilansir UC Health.
“Tetapi masalah umum yang kita lihat ketika orang datang berobat adalah hal-hal seperti utang finansial yang besar, hilangnya waktu, hilangnya produktivitas dan rusaknya hubungan,” tambahnya.
Dr. Fong mencatat bahwa penelitian menemukan ketika orang berjuang dengan gangguan perjudian, kemungkinan besar mereka akan memiliki masalah kesehatan terkait yang berasal dari stres, kurang tidur dan bahkan masalah jantung.
Sebagian besar masalah kesehatan tersebut terkait dengan utang besar yang timbul akibat perjudian dan karena mengabaikan kesehatan diri.
Ada beberapa alasan mengapa seseorang bisa menjadi kecanduan judi.
“Sama saja dengan penyebab kecanduan lainnya. Ini adalah kombinasi faktor risiko biologis, faktor risiko psikologis, dan faktor risiko sosial,” kata Dr. Fong.
Fong menjelaskan bahwa penderita kecanduan judi secara psikologis memandang perjudian sebagai jawaban atas permasalahannya. Ketika mereka sudah berada pada titik kecanduan, perjudian tidak lagi dipandang sebagai hiburan.
Mereka kini memandang perjudian sebagai sarana untuk mengatasi kecemasan atau stres, atau sebagai sumber pendapatan utama.
Perjudian memiliki efek yang sama seperti kokain, heroin, nikotin, dan alkohol, yang mengaktifkan sistem ‘hadiah’ di otak manusia. Sistem ini mendapat tenaga dari dopamin, yaitu neurotransmitter di dalam otak yang memperkuat sensasi kenikmatan dan menghubungkan sensasi tersebut dengan perilaku atau tindakan tertentu.
Sebuah penelitian di Jerman pada tahun 2005 yang menggunakan permainan kartu menunjukkan bahwa para pecandu judi telah kehilangan kepekaan terhadap kesenangan mereka ketika menang.
Dalam sebuah studi tahun 2003 di Universitas Yale dan studi tahun 2012 di Universitas Amsterdam, para penjudi patologis yang diteliti memiliki tingkat aktivitas listrik yang sangat rendah di wilayah otak prefrontal yang membantu orang menilai risiko dan menekan naluri. Pecandu narkoba juga sering kali memiliki korteks prefrontal yang lesu.
Namun, Dr. Fong menyoroti perbedaan yang signifikan antara perjudian dan narkoba.
“Berjudi, tidak seperti kecanduan lainnya, dikaitkan dengan distorsi kognitif. Orang-orang berkata, ‘Jika saya terus berjudi, pada akhirnya saya akan menang.’ Anda tidak mengatakan hal yang sama saat kecanduan alkohol, tembakau, atau kokain,” ungkapnya.
Lebih lanjut Fong menyebut bahwa distorsi kognitif sering kali terjadi pada orang-orang yang kehilangan banyak uang atau aset lain karena perjudian. Kadang-kadang harga diri, ego, atau rasa putus asa mendorong mereka untuk lebih banyak berjudi, dengan harapan bisa menutup kerugian mereka